Temenan sama
kamu… Apa untungnya?.
Pacaran sama kamu… Apa untungnya?.
Nikah sama kamu… Apa untungnya?.
Pacaran sama kamu… Apa untungnya?.
Nikah sama kamu… Apa untungnya?.
Pertanyaan-pertanyaan
barusan terdengar agak menyebalkan. Kalau yang bertanya seorang cewek, besar
kemungkinan bakal mendapat cap cewek matre. Kenapa sih sebuah relationship
harus dilihat dari untung dan rugi?. Bukankah pertemanan, cinta kasih, dan
ikatan pernikahan seharusnya dilandaskan pada ketulusan?, bukan kebendaan.
Untung rugi, kok kesannya seperti orang berjualan.
Coba kita
ingat-ingat nasehat orang tua, mungkin sering dinasehatkan kepada kita dulu.
Hati-hati memilih teman. Berteman dengan tukang parfum, ikut mendapat bau
wanginya. Berteman dengan tukang ikan, bisa kecipratan bau amisnya. Mohon
maaf!, tidak bermaksud membeda-bedakan jenis pekerjaan.
Sekarang
coba kita renungkan, nasehat orang tua kita dahulu dengan pertanyaan-pertanyaan
yang menyebalkan tadi. Semakin kita dewasa, tentunya semakin bijak kita
menerjemahkan setiap kata. Dalam berteman, kita diperbolehkan memilih. Arti
kata memilih di sini dapat diartikan secara luas, namun arti yang paling bijak
adalah memilah teman manakah yang bisa membawa pengaruh positif pada diri kita,
bukan yang justru merusak.
Sindentosca
aja bilang : “persahabatan bagai kepompong, merubah ulat menjadi kupu-kupu”,
bermakna bahwa persahabatan yang baik dapat mengubah seseorang yang biasa
(diibaratkan dengan ulat) menjadi lebih baik (diibaratkan dengan kupu-kupu).
Lagu yang kedengarannya simpel dan easy listening tapi sebetulnya bermakna sangat
dalam dan luas.
Ada yang
kenal istilah co-branding?. Istilah ini sangat populer di dunia marketing dan
branding. Arti co-branding, secara garis besar, ialah bergabungnya lebih dari
satu brand yang bertujuan untuk menaikkan image (citra) brand, saling
melengkapi, dan menaikkan daya jual. Jika diformulasikan ke dalam rumus matematika, 1 + 1 = minimal 3, itu baru co-branding yang menguntungkan kedua belah pihak. Perlu diketahui bahwa brand tidak terbatas
pada merek, diri kita sendiri juga merupakan sebuah brand atau yang dikenal
dengan personal branding.
Disadari
atau tidak, saat kita memutuskan berteman dengan seseorang, maka kita
berco-branding dengan orang tersebut. Suka atau tidak, saat kita memutuskan
berpacaran dengan seseorang, maka kita berco-branding dengannya. Begitupun
dengan pernikahan. Maka tak jarang ada bisik-bisik, “Eh!, si Fulan tuh anak
bandel loowh… Buktinya temen-temennya pada hobi nyontek, cabut, ngerokok,
minum”. Atau ketika ada perempuan baik-baik berpacaran dengan seorang playboy,
“Kok mau ya pacaran sama si Anu, dia kan playboy kelas kambing, hobinya mainin
cewek, jaangaan-jangaaan…ceweknya juga bersedia dimain-mainin”. Saat gadis
remaja bersedia menikah dengan lelaki hampir paruh baya yang berlimpah harta
dan berdarah biru pula, lantas di pesta pernikahannya sayup-sayup terdengar,
“Jelas aja mau nikah sama Pak Tua itu, biar tua tapi tajir, pengen ngangkat
status juga tuh biar ikut-ikutan ningrat”.
Banyak
co-branding lain yang bersifat positif dan juga berdampak positif. Selamat
memilah dan memilih teman, rekan kerja, klien, pacar, suami, istri, atau
siapapun yang akan mengiringi langkah kita dengan sebijak mungkin. Namun pada
hakikatnya, semua manusia sama derajatnya di mata Tuhan.
*tulisan ini pernah diposting di http://iamintannisa.blogdetik.com/ , lomba 30 Hari Non Stop Ngeblog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar