Rabu, 31 Desember 2014

Proyek MRT : Behind The Scene From Lebak Bulus

Proyek MRT (Mass Rapid Transportation) menyisakan cerita bagi Lebak Bulus, bukan hanya bagi warga tapi juga orang-orang yang rutin wara-wiri di sekitar sini. Sedikit orang yang tidak tahu bahwa di Lebak Bulus ada terminal dan stadion atau gelora olahraga.
 
Sudah cukup lama berhembus kabar tentang penggusuran stadion Lebak Bulus, kira-kira sejak tahun 2012. Sebagai bukti, coba baca ini dan cek tanggalnya. Kenyataan di lapangan, sangat minim sosialisasi tentang penggusuran tersebut, banyak orang bertanya-tanya : kapan penggusuran?, berapa uang ganti rugi?, apa fasilitas pengganti?, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang terkait soal penggusuran.
 
Sampai pada 6 Januari 2014, terminal Lebak Bulus ditutup bagi bis AKAP (Antar Kota Antar Propinsi), dipindah ke terminal Kampung Rambutan. Unjuk rasa menolak penutupan terminal Lebak Bulus sempat terjadi, toh kenyataan di lapangan bis-bis AKAP kembali lagi ke sekitar terminal Lebak Bulus karena lahan di terminal Kampung Rambutan belum memadai untuk menampung mereka.

Hari Minggu kemarin (28-12-2014), sepulang dari shopping di mall saya mampir ke Carrefour Lebak Bulus, betapa kagetnya saya saat berada di atas jembatan penyebrangan dan melihat pemandangan di bawah. Ada beberapa bangunan yang tidak lagi ada, salah satunya adalah warung bakmi langganan saya. Rupanya sudah kena gusur untuk proyek MRT, pedagangnya memilih untuk pulang ke Pemalang. Sekitar sebulan sebelumnya, stadion Lebak Bulus memang sudah dikosongkan, dikelilingi papan bertuliskan "Mohon Maaf Sedang Berlangsung Pekerjaan Konstruksi Proyek MRT Jakarta", dan banyak graffiti hasil karya Jakmania menghiasi dinding stadion.
 
Stadion Lebak Bulus, dindingnya berhias graffiti hasil karya Jakmania.

Keesokannya, ramai orang berkerumun di sekitar stadion Lebak Bulus, ada Polisi, Satpol PP, orang-orang berseragam Pemuda Pancasila, FBR (Front Betawi Rempug), tukang-tukang ojek, serta para pemilik bangunan yang akan digusur, sampai-sampai lalu lintas jadi macet. Para pemilik bangunan adalah para pedagang yang mendirikan kios di sepanjang jalan di depan stadion Lebak Bulus, mencoba mempertahankan sumber pendapatan mereka agar tidak tergusur karena belum mendapat ganti rugi. Sedangkan dari pihak Pemkot Jakarta Selatan berpendapat bahwa Surat Peringatan, sosialisasi, dan proses pembebasan tanah sudah dimulai sejak 2010, kios-kios itu hanyalah bangunan liar yang harus ditertibkan sehingga pemiliknya tidak berhak atas uang ganti rugi.

Toh akhirnya penggusuran tetap dilakukan. Senin (29-12-2014) sore stadion Lebak Bulus bisa terlihat dengan jelas dari jauh sebab bangunan-bangunan di sekitarnya sudah rata dengan tanah, termasuk pohon-pohon dan tiang listrik yang ikut dirubuhkan. Di pengujung 2014, kenyataan tidak menyenangkan harus diterima para pedagang yang tergusur. Tak lama berselang, tersiar kabar terminal Lebak Bulus akan segera ditutup (lagi), entah benar atau tidak...kita lihat saja nanti!.





Save Lebak Bulus

Saya salah seorang warga Lebak Bulus dan ikut merasakan dampak dari proyek MRT. Banyak yang berseru "Save Lebak Bulus", kalau berserunya baru beberapa hari kemarin saya pikir sudah terlambat. Yang jelas saya melihat minimnya fasilitas pengganti dari pemerintah untuk warga Lebak Bulus, baik yang menetap ataupun yang sekedar transit di sekitarnya.

Sebagai salah seorang warga Lebak Bulus, inilah yang saya amati dan alami :

1. Berkurangnya akses jalan ke perumahan Lebak Bulus.
Tadinya akses masuk ke perumahan Lebak Bulus cukup mudah, begitu pula dengan akses keluar dari dalam komplek perumahan menuju jalan raya. Sejak penggusuran stadion, otomatis akses tersebut berkurang karena ada jalanan yang ditutup.

2. Makin tidak ramah bagi pejalan kaki.
Makin banyak trotoar yang bolong, puing-puing bekas gusuran masih berserakan, pejalan kaki ikut tergusur dari trotoar ke tepi jalan raya, terpaksa berbaur dengan angkot-angkot yang menepi untuk ngetem atau menaikkan dan menurunkan penumpang. Kenyamanan dan keamanan para pejalan kaki makin terusik.

Pejalan kaki ikut tergusur dari trotoar.

3. Kehilangan ruang publik.
Sudah pasti banyak yang kehilangan ruang publik, artis-artis yang sering tanding bola, mereka yang rutin jogging, senam, naik sepeda, anak-anak yang latihan Taekwondo, atau yang belajar nyetir mobil di stadion. Dengar-dengar stadion Lebak Bulus akan dipindah ke Tanjung Priok. Coba bayangkan!, betapa tidak worth it, orang-orang Jakarta Selatan harus ke Jakarta Utara hanya untuk menikmati sarana olahraga, seharusnya lokasi lahan penggantinya di Jakarta Selatan juga.

Spanduk ini ungkapan kehilangan ruang publik.

4. Stadion jadi tidak nyaman.
Lagi-lagi soal kenyamanan dan keamanan pejalan kaki yang makin terusik. Saya terbiasa melintas stadion untuk mencapai komplek perumahan Lebak Bulus, sejak penggusuran stadion jadi lebih gersang di siang hari, sangat sepi dan gelap di malam hari. Papan seng bertuliskan "Mohon Maaf Sedang Berlangsung Pekerjaan Konstruksi Proyek MRT Jakarta" yang memagari stadion hanya menyisakan space sebadan orang dewasa untuk melintas.

Sejak penggusuran, stadion jadi seperti gedung tak berpenghuni, sunyi dan gelap di malam hari,
kesannya seram dan rawan kejahatan.

5. Kesulitan mencari makanan kaki lima.
Dampak ini mungkin tidak terlalu berpengaruh bagi warga perumahan Lebak Bulus, tapi pasti sangat berpengaruh bagi para pekerja Poins Square serta orang-orang yang transit dan akan melanjutkan perjalanan dari Lebak Bulus. Penjual makanan yang rasanya enak dengan harga ramah di kantong banyak yang tidak berjualan lagi.

Semoga warga Lebak Bulus bisa bekerja sama dengan Pemkot Jakarta Selatan dan pihak-pihak yang terlibat proyek MRT untuk menciptakan safety Lebak Bulus, menjaga kondisi Lebak Bulus agar tetap aman dan nyaman. Misalnya dengan lekas membenahi trotoar yang makin rusak setelah aksi penggusuran, atau menyediakan koridor khusus yang layak bagi pejalan kaki untuk melintasi stadion.

I Wish MRT...

Demi terwujudnya proyek MRT, banyak pihak yang rela berkorban, saya yakin bukan hanya warga sekitar Lebak Bulus, maka dari itu saya berharap agar kelak MRT lebih baik daripada Transjakarta. Armadanya lebih banyak sehingga mengurangi waktu yang tersita hanya untuk menunggu datangnya MRT, terutama di jam-jam padat seperti waktu berangkat dan pulang kantor. Say no to desak-desakan, kecopetan, dan pelecehan. Gerbongnya juga bukan gerbong butut yang mudah rusak, mogok, atau terbakar, sebab itu juga mengganggu kelancaran perjalanan. Untuk awal-awal yaaa...minimal sama baiknya dengan MRT di Singapura, untuk selanjutnya lebih keren dan bisa jadi identitas membanggakan kota Jakarta.

Kalau MRT tidak lebih baik dari Transjakarta...alangkah sia-sia pengorbanan kita semua!.

- See more at: http://artikelkomputerku.blogspot.com/2010/10/cara-memasang-banner-di-bawah-posting.html#sthash.TrMBEyDs.dpuf