Mulutmu harimaumu, kata-kata bijak yang sering
kita dengar sejak masih duduk di bangku SD. Layaknya 'ada ubi ada talas, ada
budi ada balas' dan 'ada gula ada semut', 'mulutmu harimaumu' biasa muncul di
pelajaran Bahasa Indonesia atau mata pelajaran yang memuat unsur budi pekerti
dan moral. Mungkin tak hanya anak SD yang mengetahui 'mulutmu harimaumu',
orang-orang dewasa yang sudah belasan tahun lulus SD pun mengetahuinya.
Mengetahui, ya cuma mengetahui, tapi belum tentu
benar-benar memahami apalagi menerapkan. Oh ya!, seiring pesatnya perkembangan
teknologi komunikasi, zaman sekarang mulut punya berbagai wujud, di antaranya
kicauan di Twitter, bentuknya memang tulisan tak lebih dari 140 karakter tapi
sadar atau tidak itulah kata-kata yang keluar dari mulut kita dan mampu
mewakili pikiran, perasaan, serta kualitas diri.
Kembali ke laptop, eeeh bukan!, sorry!, maksudnya
kembali ke 'mulutmu harimaumu', kata-kata bijak yang senantiasa mengingatkan kita
untuk berhati-hati dalam berucap, sebab ucapan yang tak dijaga dapat
membahayakan diri sendiri. Sekarang-sekarang ini marak perang statement, tuding
menuding, adu mulut yang terjadi di media cetak dan media elektronik, khususnya
TV. Media sosial juga tak luput menjadi sarana menjelek-jelekkan dan menghina
pihak lain.
Sepertinya di zaman sekarang ini orang-orang
banyak yang mengumbar harimaunya, entah mereka lupa atau mungkin tak pernah
serius belajar tentang 'mulutmu harimaumu' saat masih sekolah dulu. Ada sosok
fenomenal, enggan saya mention tapi kalau dijadikan tebakan berhadiah pastilah
banyak orang yang bisa menerka siapa gerangan dan tentunya banyak yang harus
diberi hadiah, saya belajar banyak hal dari sosok yang sering dan berani
mengumbar harimaunya. Akhir-akhir ini, orang-orang tak mau lagi memberi tanggapan apapun
atas aksinya yang sudah kesekian kali mengumbar harimau, seolah memahami
kebiasaannya, ya memang begitulah orangnya. Justru pembiaran atau pemakluman dari orang-orang inilah yang menjadi harimau
yang perlahan-lahan melumat dirinya.
Pemakluman kadang tidak berarti
memaafkan. Pemakluman bisa berarti bahwa image (citra) buruk kita sudah
terbentuk dan melekat di benak masyarakat. Citra buruk kita juga dapat
mencemarkan nama baik keluarga, orang-orang terdekat, bahkan profesi yang kita
tekuni. Maka itu, tetaplah berhati-hati dalam berucap, sebab membersihkan citra
diri yang terlanjur identik dengan kesan negatif tidaklah semudah membalikkan
telapak tangan, butuh usaha dan kesungguhan untuk membuktikan bahwa citra diri
kita sudah lebih baik dan bersih dari kesan negatif yang selama ini melekat.
Satu hal yang teramat bijak, sebelum kita memberi
nasehat kepada orang lain, sebijak apapun nasehat itu, nasehatilah diri sendiri
terlebih dahulu.
*tulisan ini pernah diposting di http://iamintannisa.blogdetik.com/ , lomba 30 Hari Non Stop Ngeblog
- See more at: http://artikelkomputerku.blogspot.com/2010/10/cara-memasang-banner-di-bawah-posting.html#sthash.TrMBEyDs.dpuf
*tulisan ini pernah diposting di http://iamintannisa.blogdetik.com/ , lomba 30 Hari Non Stop Ngeblog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar