Sustainable Popularity of Talent Show Product, postingan kali ini berbahasa Inggris, tapi judulnya doang, isinya tetap berbahasa Indonesia. Hehehehe. Kalau judulnya Kelangsungan Ketenaran Produk Talent Show, khawatir terkesan terlalu berat, padahal isi postingan ini disetting seringan mungkin biar gampang dipahami.
Baru-baru ini saya jadi lumayan akrab sama musik dangdut, gara-gara talent show D'Academy 2 yang tayang di Indosiar. D'Academy 2 bukan satu-satunya talent show yang saya tonton, talent show pertama yang saya tonton adalah AFI (Akademi Fantasi Indosiar) tahun 2003-2004, selanjutnya banyak talent show lainnya yang saya tonton meski cuma sekilas. Bagi saya, selain seru, nonton talent show itu banyak untungnya.
Ujung yang pasti dari sebuah talent show adalah lahirnya idola-idola baru. Sengaja saya menulis ini untuk idola-idola baru nan belia. Semoga mereka menjadi idola-idola sejati yang kualitasnya makin meninggi tapi tetap nyaman jadi diri sendiri dan rendah hati.
Albi, Rizki Ridho, dan Pergeseran Segmen
Saya bukan penggemar musik dangdut tapi malah jadi gandrung sama D'Academy 2. Mungkin 2 hal inilah alasan utamanya. Pertama, saya jenuh dengan hingar bingar musik asing yang menyerbu tanah air. Dangdut is the music of my country, tak peduli diledek "kok tontonannya sama dengan acara favorit PRT", toh musik berirama Melayu itu gak jelek-jelek amat kok!. Kedua, tak sengaja melihat dan langsung terpikat pesona Albi serta Si Kembar Rizki Ridho. Sepertinya alasan kedua inilah yang bikin saya mantengin D'Academy 2.
Albi dan Rizki Ridho sama-sama dari Sumatera Utara. Albi mewakili Kabupaten Batu Bara sedangkan Rizki Ridho mewakili Medan. Walaupun Rizki Ridho punya keunikan yang tidak dimiliki peserta-peserta lain, formasi suara yang tiada tanding, plus wajah imut sebagai magnet berdaya tarik dahsyat dan berhasil menyedot perhatian ribuan ABG menjadi fans mereka, pada akhirnya saya lebih mengidolakan Albi. Teknik bernyanyi Albi lebih jitu, selalu ada kejutan di setiap aksi panggungnya yang memukau, dari awal penampilan sudah nampak aura bintangnya, biarpun baru belakangan saya mengetahui bahwa Albi rupanya sudah merintis karir bermusik Melayu sebagai artis lokal di Batu Bara. Setelah Albi tersenggol, saya stop mantengin D'Academy 2, nontonnya jadi selintas saja.
Jujur, awalnya saya agak kecewa dengan Indosiar yang tetap mempertahankan Rizki Ridho setelah tersenggol, walaupun statusnya di panggung bukan lagi sebagai peserta tapi hanya penghibur. Nampak gak adil banget, sustainable popularity Rizki Ridho terjamin, tapi bagaimana dengan peserta lainnya yang langsung pulang setelah tersenggol?. Berbagai bisik-bisik "mempertahankan Rizki Ridho = mempertahankan rating acara" nyaring bergaung di media sosial, bahkan menjelma menjadi bullying. Tapi dari sinilah kita bisa belajar bahwa keunikan punya nilai plus, so bener banget omongan Harry Roesli (alm) : "Jangan takut tampil beda, beda itu bernilai tambah, bernilai lebih".
Keunikan sebagai penyanyi kembar memudahkan Rizki Ridho untuk selalu bernyanyi dengan suara 1 & suara 2, lagu yang mereka nyanyikan jadi lebih enak didengar, gerakan yang mereka tarikan berdua pun kompak, otomatis jadi lebih indah dilihat. Terlepas dari wajah yang imut-imut (kata fans ABG), menurut saya faktor itulah yang membuat Rizki Ridho nampak lebih menarik, lebih bersinar, lebih mudah dikenali di antara peserta-peserta lain. Faktor itulah yang membuat saya (yang bukan penggemar musik dangdut) terpikat pesona Rizki Ridho, lalu akhir-akhir ini mulai akrab dan menyukai musik dangdut.
Berapa Lama Ketenaran Mereka?
Baru-baru ini saya jadi lumayan akrab sama musik dangdut, gara-gara talent show D'Academy 2 yang tayang di Indosiar. D'Academy 2 bukan satu-satunya talent show yang saya tonton, talent show pertama yang saya tonton adalah AFI (Akademi Fantasi Indosiar) tahun 2003-2004, selanjutnya banyak talent show lainnya yang saya tonton meski cuma sekilas. Bagi saya, selain seru, nonton talent show itu banyak untungnya.
Ujung yang pasti dari sebuah talent show adalah lahirnya idola-idola baru. Sengaja saya menulis ini untuk idola-idola baru nan belia. Semoga mereka menjadi idola-idola sejati yang kualitasnya makin meninggi tapi tetap nyaman jadi diri sendiri dan rendah hati.
Albi, Rizki Ridho, dan Pergeseran Segmen
Saya bukan penggemar musik dangdut tapi malah jadi gandrung sama D'Academy 2. Mungkin 2 hal inilah alasan utamanya. Pertama, saya jenuh dengan hingar bingar musik asing yang menyerbu tanah air. Dangdut is the music of my country, tak peduli diledek "kok tontonannya sama dengan acara favorit PRT", toh musik berirama Melayu itu gak jelek-jelek amat kok!. Kedua, tak sengaja melihat dan langsung terpikat pesona Albi serta Si Kembar Rizki Ridho. Sepertinya alasan kedua inilah yang bikin saya mantengin D'Academy 2.
Albi dan Rizki Ridho sama-sama dari Sumatera Utara. Albi mewakili Kabupaten Batu Bara sedangkan Rizki Ridho mewakili Medan. Walaupun Rizki Ridho punya keunikan yang tidak dimiliki peserta-peserta lain, formasi suara yang tiada tanding, plus wajah imut sebagai magnet berdaya tarik dahsyat dan berhasil menyedot perhatian ribuan ABG menjadi fans mereka, pada akhirnya saya lebih mengidolakan Albi. Teknik bernyanyi Albi lebih jitu, selalu ada kejutan di setiap aksi panggungnya yang memukau, dari awal penampilan sudah nampak aura bintangnya, biarpun baru belakangan saya mengetahui bahwa Albi rupanya sudah merintis karir bermusik Melayu sebagai artis lokal di Batu Bara. Setelah Albi tersenggol, saya stop mantengin D'Academy 2, nontonnya jadi selintas saja.
Jujur, awalnya saya agak kecewa dengan Indosiar yang tetap mempertahankan Rizki Ridho setelah tersenggol, walaupun statusnya di panggung bukan lagi sebagai peserta tapi hanya penghibur. Nampak gak adil banget, sustainable popularity Rizki Ridho terjamin, tapi bagaimana dengan peserta lainnya yang langsung pulang setelah tersenggol?. Berbagai bisik-bisik "mempertahankan Rizki Ridho = mempertahankan rating acara" nyaring bergaung di media sosial, bahkan menjelma menjadi bullying. Tapi dari sinilah kita bisa belajar bahwa keunikan punya nilai plus, so bener banget omongan Harry Roesli (alm) : "Jangan takut tampil beda, beda itu bernilai tambah, bernilai lebih".
Keunikan sebagai penyanyi kembar memudahkan Rizki Ridho untuk selalu bernyanyi dengan suara 1 & suara 2, lagu yang mereka nyanyikan jadi lebih enak didengar, gerakan yang mereka tarikan berdua pun kompak, otomatis jadi lebih indah dilihat. Terlepas dari wajah yang imut-imut (kata fans ABG), menurut saya faktor itulah yang membuat Rizki Ridho nampak lebih menarik, lebih bersinar, lebih mudah dikenali di antara peserta-peserta lain. Faktor itulah yang membuat saya (yang bukan penggemar musik dangdut) terpikat pesona Rizki Ridho, lalu akhir-akhir ini mulai akrab dan menyukai musik dangdut.
Berapa Lama Ketenaran Mereka?
Dulu, talent show dicap sebagai acara penghasil artis dadakan, tapi seiring waktu sepertinya cap itu mulai meluntur. Sekarang, penonton dengan mudah mengetahui bahwa ada peserta-peserta yang sudah memulai karirnya sebelum mengadu nasib di talent show. Masalahnya, dadakan itu bukan cuma tiba-tiba muncul di TV, tapi juga baru sebentar di TV kok tiba-tiba sudah menghilang. Berhubung saya dulu penggemar AFI, kadang saya sering bertanya-tanya : "Apa kabar ya mereka sekarang?, pada kemana aja?". Dari tulisan seorang kaskuser, saya menemukan secercah jejak kabar para akademia AFI. Rata-rata mereka tetap berkarir di bidang musik dengan level ketenaran yang berbeda. Ada yang tenar banget, tenar aja, dan tenar samar-samar. Hampir setengahnya masuk di level tenar samar-samar.
Tak dipungkiri, kontes berlanjut dengan cepat, dalam waktu singkat sudah muncul lagi idola-idola baru jebolan kontes berikutnya, otomatis menjadi kompetitor bagi mereka yang baru saja mengecap ketenaran. Seberapa lama ketenaran akan bertahan?, tenar di level yang mana?, pertanyaan-pertanyaan itu pada akhirnya hanya bisa dijawab oleh mereka sendiri.
Dear Albi, saya bukan penggemar musik dangdut, tapi saya terlanjur ngefans sama kamu. Saya ikut mengirim dukungan SMS, saya bahkan tidak beranjak dari depan TV karena terpaku dan terpukau setiap penampilanmu di atas panggung D'Academy 2, sebab selalu ada kejutan di setiap penampilanmu, selain teknik menyanyimu yang OK punya tentunya.
Dear Albi, saya hanya seorang dari ribuan penggemarmu yang ada di seluruh Indonesia. Saya berharap agar Albi terus berkarya dan selalu ada kejutan di setiap karya-karyamu. Kalau saya tidak salah, Albi kuliah di program studi Etnomusikologi USU (Universitas Sumatera Utara). Kalau saya tidak salah, program studi Etnomusikologi USU merupakan yang pertama di Indonesia. Etnomusikologi merupakan cabang dari musikologi, yaitu ilmu yang mempelajari aspek sosial dan budaya terhadap musik dan tarian dalam konteks lokal dan global.
Saya membayangkan betapa kerennya Albi, berwawasan sangat baik soal musik hasil dari pendidikan formalnya di USU dan berjam terbang banyak hasil dari pengalaman pentasnya, anggaplah pengalaman pentas itu sebagai pendidikan informal. Besar kemungkinan akan selalu ada surprises yang memukau di setiap karya-karyanya. Besar pula kemungkinan untuk mampu bersaing di blantika musik Indonesia.
Dear Albi, teruslah berkilau dalam karya agar saya punya alasan yang tepat untuk selalu mengidolakanmu, di panggung manapun kamu berada. Your sustainable popularity is in your hands!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar