Di waktu senggang, buka-buka Facebook, gak sengaja baca comment di salah satu foto yang pernah saya upload, comment dari Pakde saya yang baru wafat hari Jum'at, 27 Maret 2015, minggu lalu. Sedih dan kangen langsung menyergap, saya dan Pakde memang sering berkomunikasi via Facebook. Iseng-iseng saya lihat-lihat Facebook Pakde, mengenang obrolan-obrolan kami, membaca puluhan ucapan duka cita yang ditulis teman-teman beliau di wall, bernostalgia melalui foto-foto Pakde bersama keluarga besar, teman-teman, dan cucu tersayangnya. Pakde memang gaul, gak ketinggalan bermedsos ria walaupun gak seaktif (senarsis lebih tepatnya) kita-kita yang masih berusia muda.
Lantas saya teringat kejadian di Twitter baru-baru ini, terkait dengan wafatnya artis dan komedian Olga Syahputra, hashtag #RIPOlgaSyahputra membanjiri tweetland. Lalu, seorang public figure yang hobi berkicau kacau, siapa lagi kalau bukan pengacara Farhat Abbas, menulis ucapan duka cita plus ucapan-ucapan 'khas'nya. Alhasil, kicau kacaunya diganjar dengan hashtag #RIPFarhatAbbas oleh netizen, gak tanggung-tanggung!, malah sampai jadi trending topic. Amit-amit!, orangnya masih hidup kok sudah disumpahin mati sama banyak orang.
Medsos = Peninggalan
Izinkan saya ikut bersuara menanggapi kejadian ini, Insya Alloh tanggapan saya ini positif dan memang tanpa niat ikut memperkeruh suasana.
Dipikir-pikir, media sosial bisa jadi salah satu peninggalan. Ibarat orang meninggal yang biasanya mewariskan uang, rumah, tanah, (atau malah) hutang, jaman sekarang ini media sosial juga bisa jadi salah satu warisan.
Saat seseorang wafat, akun Facebook-nya, Twitter-nya, blog-nya, LinkedIn-nya, YouTube-nya masih menyimpan rapih rekaman-rekaman postingan, kicauan, uploadan, foto-foto, dan lain sebagainya. Semua itu masih terdisplay dan masih dapat dilihat oleh orang lain.
Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan jejak, salah satunya adalah media sosial. Kalau media sosial kita penuh umpatan, bertebaran video-video memalukan atau foto-foto yang tidak layak dipandang, bisa dibayangkan bagaimana jejak yang kita tinggalkan, jejak yang akan menjadi kenangan tentang diri kita.
So, saya paham dan yakin bahwa siapapun yang membaca postingan ini pasti sudah mengerti cara bermedsos yang bijak dan bajik. Toh tulisan ini gak bertujuan untuk mengajarkan, apalagi menggurui, gunakanlah media sosial Anda dengan bijak bla...blaa...blaaa....
Sekedar curhat, sejak 1 tahun belakangan, sedikit demi sedikit saya menggeser fungsi media sosial saya dari wadah narsis (istilah kerennya image building) menjadi wadah berbagi kebaikan. Semoga media sosial juga bisa kita manfaatkan sebagai ladang amal.
setuju mbak :D salam kenal ya.. memang kita harus bijak menggunakan media sosial
BalasHapusTerima kasih Mak Susan, salam kenal :-D
Hapusbener mba... kadang aku suka pusing sendiri baca TL ato postingan temen2 ato org yg suka sembarangan di medsos... mikir ga sih postingan mrk itu bisa nyakitin org lain, keluarga lain, ato memperkeruh suasana dan ujung2nya jd berantem ama sesama temen dll -__-. Jadi inget pas pemilu kemarin deh... Aku mah simple aja, temen2 even keluarga yg berani nulis something berbau provokatif, menghina ato gimana2, aku lgs unfriend, block, delete :D Capek mba bacanya..
BalasHapusMungkin mereka belum sadar kalo medsos bisa jadi 'peninggalan' suatu saat nanti, hehehe. Salam kenal ya Mbak :-D
Hapus