Sering dengar kata-kata "gantungkan cita-citamu setinggi langit"?, atau waktu kecil dulu sering dinasihati seperti ini oleh orang tua, "Gantungkan cita-citamu setinggi langit ya, Nak!". Pasti sering, ya minimal pernah walaupun mungkin baru 1 kali seumur hidup. "Gantungkan cita-citamu setinggi langit" itu ucapan Bung Karno. Di masa kini, dengan teknologi yang makin canggih dan sumber daya manusia yang makin cerdas serta kreatif, cita-cita yang digantung setinggi langit itu menjadi bukan hal mustahil untuk digapai. Kalau dipikir-pikir, tinggal naik pesawat terbang saja maka kita sudah setinggi langit. Jangankan setinggi langit, pergi ke bulan saja bukan hal mustahil.
Berarti "gantungkan cita-citamu setinggi langit" sudah familiar dan tidak mengherankan lagi. Bagaimana kalau cita-citanya setinggi tanah?. Sebetulnya itu judul film, "Cita-Citaku Setinggi Tanah", disutradari dan diproduseri oleh Eugene Panji, berhasil terpilih menjadi 5 besar di Berlin International Film Festival 2013, mengalahkan 1500 film lainnya yang ikut berpartisipasi dalam ajang tersebut.
Project Pertama KAF Project
Untuk menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri, saya mencoba membuat sebuah gerakan yang saya beri nama KAF Project, tujuannya mengajak berbagi kebaikan agar diri lebih bermanfaat dan bernilai lebih untuk sesama, minimal lingkungan terdekat. Tidak muluk-muluk, berbagi kebaikan itu bisa dimulai dari hal paling sederhana atau paling mudah dilakukan, misalnya sharing info lowongan kerja via BBM.
KAF Project didirikan pada 28 Januari 2013, tapi baru pada Januari 2014 saya tergerak untuk melakukan sebuah project berbagi yang lebih jelas dan terarah. Jadilah nonton bareng anak yatim di panti asuhan Al-Muhajirin Pondok Cabe sebagai the first project, terselenggara 20 Juni 2014 silam. Seorang teman yang baik hati, Frieda Fania, bersedia membantu, semoga dia juga bersedia bergabung di KAF Project biar saya gak walk alone, hehehe....
Ide nobar muncul ketika saya dapat info tentang sebuah komunitas, Beling alias Bioskop Edukasi Keliling. Sebuah komunitas yang kerjanya keliling-keliling ke berbagai daerah, dari yang mudah dijangkau hingga ke pelosok nusantara, untuk memutarkan film secara gratis kepada anak-anak penduduk setempat. Tim Beling tak pernah datang dengan tangan hampa, selain membawa film yang mendidik, mereka juga memberikan pertanyaan seputar film yang ditonton kemudian membagi-bagikan hadiah.
Akhirnya saya gandeng tim Beling dalam project pertama ini, project yang kami beri tajuk Sharing Edukasi Bareng Bioskop Edukasi Keliling (SEBAR BELING), film yang akan diputar adalah Cita-Citaku Setinggi Tanah. Tak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun untuk mengundang Beling, bahkan biaya transportasi yang awalnya akan saya tanggung pun mereka sarankan untuk disalurkan saja ke anak-anak di panti. Eeeits jangan salah!, walaupun priceless tapi kualitas layanan mereka sangat memuaskan. Kata-kata "gratis gak boleh protes, kalo gak enak terima aja" tidak berlaku bagi mereka.
Cita-Cita kok Setinggi Tanah?
Film Cita-Citaku Setinggi Tanah mengisahkan 4 orang siswa SD yang berasal dari keluarga sederhana di Muntilan, Jawa Tengah. Agus, Puji, Jono, dan Mey dengan cita-cita mereka. Mey bercita-cita menjadi artis terkenal, dia sering berlatih acting, ibunya sangat mendukung dengan menitipkan foto-foto putrinya ke kerabat mereka yang bekerja sebagai asisten artis di Jakarta sambil berharap putrinya diajak casting dan kelak bisa menjadi artis ternama. Jono bercita-cita menjadi prajurit, Jono selalu bermain perang-perangan, bakat leadershipnya tersalurkan dengan selalu menjadi ketua kelas. Puji, cita-citanya sederhana, ingin membantu dan membahagiakan orang lain. Dan Agus, yang paling menjadi sorotan karena cita-citanya dianggap tidak biasa, cita-citanya ingin makan di restoran Padang.
Di akhir film terungkap alasan Agus bercita-cita makan di restoran Padang. Menurutnya, yang tiada hari tanpa makan tahu karena ayahnya bekerja di pabrik tahu, makan di restoran Padang merupakan sebuah kemewahan. Selain dari sisi harga, petugas restoran Padang melayani pembeli layaknya seorang raja, makanan berpiring-piring diantar dan ditumpuk di atas meja tepat di hadapan sang pembeli. Tak dapat dipungkiri, masakan di restoran Padang memang lezat menggiurkan. Saat jam istirahat makan siang tiba, saya paling doyan menyantap sepiring nasi putih hangat yang dibanjiri kuah ayam kalio dengan sepotong daging rendang dan sambal hijau plus segelas es teh manis.
Setelah menonton, teman-teman dari panti Al-Muhajirin bertanya-tanya, "Cita-citanya kok setinggi tanah ya?", pertanyaan serupa yang juga muncul di pikiran saya.
Cita-Cita yang SMART
Terkait pertanyaan "Cita-citanya kok setinggi tanah ya?", saya teringat pelajaran yang saya kenal dan hafalkan teorinya ketika SMA dulu tapi baru mulai saya praktikkan saat sudah terjun ke dunia kerja. Jurus ampuh dalam menyusun rencana, jurus SMART : specific, measurable, achievable, realistic, timebound. Melalui film Cita-Citaku Setinngi Tanah, saya kembali belajar tentang jurus SMART.
Menurut saya, cita-cita Agus yang hanya setinggi tanah, yang hanya ingin makan di restoran Padang, dan kedengarannya tidak biasa inilah justru cita-cita yang SMART.
Jika dibandingkan dengan cita-cita Puji yang ingin membantu dan membahagiakan orang lain, cita-cita Agus lebih specific. Oleh karena specific atau jelas, maka cita-cita tersebut menjadi measurable atau dapat diukur. Memang tidak disebutkan berapa uang yang dibutuhkan untuk seporsi nasi Padang impian Agus, tetapi dengan jelas diceritakan bagaimana usaha Agus demi mendapatkan sejumlah uang untuk bisa makan di restoran Padang, mulai dari membuat celengan bambu, menyisihkan uang jajan, hingga bekerja sebagai pengantar ayam, dan betapa rajinnya Agus menghitung tabungannya yang makin hari makin bertambah.
Dari usaha Agus yang gigih dan tabungannya yang makin hari makin bertambah, terlihat bahwa cita-cita makan di restoran Padang sangat achievable dan realistic atau dapat dicapai, dapat menjadi kenyataan. Untuk hal timebound atau batas waktu juga tidak disebutkan namun dugaan saya pastilah jangka waktu pencapaiannya lebih jelas dibanding cita-cita Mey, sebab jika uang sudah terkumpul dan cukup untuk membayar seporsi nasi Padang maka bisa langsung makan di restoran Padang, tercapailah cita-cita Agus, sedangkan Mey masih belum jelas kapan panggilan casting datang padanya.
Intinya, Cita-Cita Ituuu...
Film ini ringan dan bermakna dalam. Intinya, cita-cita bukan untuk ditulis saja, tapi untuk diwujudkan. Silakan bermimpi dan menggantungkan cita-cita, terserah setinggi apa, pastikan jangan tertidur demi mewujudkannya. Juga tak perlu terlalu resah pada kerikil-kerikil yang ditemui saat proses pencapaian cita-cita, sebab rejeki tak pernah pergi, hanya menunggu waktu untuk kembali. Itu bukan kata saya, itu kata Mbah Tapak, sosok yang muncul selintas saja tapi selalu meninggalkan quotes renyah.
Terima kasih atas apresiasinya mbak
BalasHapusDoakan kami tetap istiqomah dan terus bergerak berbagi untuk anak indonesia
Semoga suatu saat nanti kita bisa bersinergi kembali di project project sosial lainnya
salam #IndonesiaKeren
Sama-sama Mas Ain. Saya menantikan kerja sama lagi dengan Beling.
Hapus