Masih tentang pengalaman mengalahkan diri sendiri, masih berhubungan dengan kegiatan outdoor training di Waduk Jatiluhur. Ini cerita paling berkesan yang terjadi menjelang berakhirnya outdoor training. Karena
tujuan outdoor training ini bukan hanya teamwork building
melainkan juga character building, maka ada 2 aktifitas solo track yaitu
solo camp dan solo paddle.
Saat solo camp, peserta harus mendirikan tenda kecil untuk dirinya
sendiri, tidur sendiri di tenda tersebut, cukup berjarak antara tenda seorang peserta dengan peserta lainnya. Bayangkan!, solo camp di hutan dan waktu itu pas
malam Jum'at. Gangguan serangga-serangga hutan juga ikut membuat takut, mulai dari nyamuk dan
semut hutan yang gigitannya sakit sekali, katak kecil, suara jangkrik lumayan
membunuh sunyi, ulat hijau super gendut yang nemplok anteng di pohon, hinggaaaa...ular. Untunglah panitia membekali peserta dengan lotion anti
nyamuk dan minyak tawon, terbukti ampuh menangkal gangguan serangga-serangga hutan. Solo
camp memberi kesempatan kepada para peserta untuk merenung dan berpikir
sejernih mungkin, apa tujuan diikutkan outdoor training?, apa
saja yang didapat dari outdoor training?, lalu apa rencana setelah outdoor
training?.
Solo paddle, inilah yang paling berkesan bagi saya. Setiap peserta
diberi pelampung (life vest), ban hitam (yang biasa digunakan untuk
mengevakuasi korban banjir), dayung, tali tambang, 4 bilah bambu, air minum,
dan snack. Peserta disuruh merakit perahu dari ban hitam, tali tambang,
dan 4 bilah bambu, kemudian mendayung hingga seberang waduk. Jarak yang harus ditempuh cukup
jauh, tapi bis yang akan membawa kami pulang ada di seberang sana, kalau tidak mendayung sampai seberang ya berarti tidak bisa pulang.
Kata instruktur, "Tidak ada kompetisi, tidak ada batasan waktu, sesama peserta dilarang bekerja sama, yang harus kamu lakukan adalah merescue dirimu sendiri. Peradaban menanti kalian di seberang sana!."
Aku, Motivator Terbaikku
Kata instruktur, "Tidak ada kompetisi, tidak ada batasan waktu, sesama peserta dilarang bekerja sama, yang harus kamu lakukan adalah merescue dirimu sendiri. Peradaban menanti kalian di seberang sana!."
Aku, Motivator Terbaikku
Jujur, tak tertahan takut yang saya rasakan. Bingung untuk memulai,
saya belum pernah merakit perahu dan tidak paham caranya, saya belum pernah
mendayung sendirian, saya tidak bisa berenang. Akhirnya saya coba bicara dengan
instruktur.
"Bang!, saya belum pernah merakit perahu, saya gak ngerti caranya, saya
gak bisa berenang."
"Peradaban menunggu kamu di seberang sana. Kamu mau pulang kan?!."
"Gimana saya bisa selamat sampai ke seberang kalau perahu saya jelek kaya' gini, Bang?."
"Coba dulu!. Lihat teman-temanmu!, ada yang perahunya sudah berantakan,
mereka tetap berjuang sampai ke seberang, mereka juga belum pernah merakit
perahu."
Dalam hati saya bergumam, "Alasan apapun yang gue ajukan, intinya harus tetep merakit perahu dan mendayung sampai seberang. PD ajalah!, habis mau gimana lagi?!."
Dalam hati saya bergumam, "Alasan apapun yang gue ajukan, intinya harus tetep merakit perahu dan mendayung sampai seberang. PD ajalah!, habis mau gimana lagi?!."
"OK, Bang!. Itu artinya saya harus tetap mendayung sampai ke seberang. Kalau begitu, tolong kasih saya motivasi supaya saya berani, Bang!."
"Minta motivasi sama saya?. Ngapain?. Motivasi itu ada di dalam diri kamu, bukan dari orang lain. Kalau saya kasih kamu support, saya yakinkan kamu habis-habisan, tapi kamu sendiri gak yakin dan gak mau gerak, kira-kira motivasi dan support dari saya ada gunanya gak?."
Kalimat retoris instruktur tadi membuat takut saya tiba-tiba menguap hilang, entah kemana, dan mulailah saya mendayung. Ternyata tidak semenakutkan yang saya bayangkan, dinikmati saja, lama-lama malah terasa rileks. Terlintas lelucon seorang teman saat kuliah dulu : "Hidup tak seindah cocot Mario Teguh". Tentu bukan salah sang motivator jika ada orang yang tak termotivasi kata-kata mereka, sebab kenyataannya : motivator terbaik adalah diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar