Selamat Hari Guru untuk guru-guru di seluruh Indonesia!. |
25 November, Hari Guru Nasional, diperingati sejak dikeluarkan Keputusan Presiden No. 78 Tahun 1994 sebagai penghormatan terhadap profesi guru. Asal mulanya terbentuklah Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, lalu berganti nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) di tahun 1932, hingga pada 25 November 1945, tepat 100 hari setelah proklamasi kemerdekaan RI, lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Guru, berasal dari bahasa Sansekerta, yang berarti seorang pengajar suatu ilmu. Jika diartikan secara sempit, guru adalah pendidik dan pengajar di jalur pendidikan formal, terbatas dari pendidikan dasar hingga pendidikan menengah saja. Definisi tersebut saya ambil dari Wikipedia. Pengajar di perkuliahan sudah tidak disebut guru melainkan dosen.
Berpedoman pada pengertian guru secara sempit, otomatis yang layak menyandang sebutan guru adalah mereka yang berdiri dan mengajar di depan kelas, merekalah Bapak dan Ibu Guru, Sang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Tetapi jika melihat kembali ke pengertian guru, sebuah kata yang berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu seorang pengajar suatu ilmu, maka akan lebih banyak orang yang layak menyandang sebutan guru. Bahkan, menurut saya, guru tidak terbatas hanya pada orang namun pengalaman atau kondisi pun layak dijadikan guru jika dari sana kita mendapatkan sebuah pelajaran atau ilmu.
Guru-Guru Kecil
Izinkan saya berbagi cerita tentang guru-guru kecil, usianya jaauuuh lebih muda dari usia saya, tetapi begitu baanyaaak hikmah yang saya dapatkan dari mereka. Perkenalan kami sangat tidak disengaja apalagi direncanakan, namun sanubari terdalam saya mengatakan dengan tulus bahwa saya patut berterima kasih kepada guru-guru kecil ini.
Mereka adalah anak-anak panti asuhan, mereka tak hanya mengajarkan tapi sekaligus menyadarkan betapa beruntungnya saya masih memiliki kedua orangtua yang sehat, mampu membimbing, melindungi, dan mendampingi sejak saya kecil hingga sekarang. Bagaimana dengan mereka?, tentu saja mereka tak hidup bersama orangtua kandung mereka, bahkan ada yang sejak bayi umur 1 minggu sudah ditinggalkan oleh orangtuanya di Rumah Sakit dan akhirnya diserahkan ke panti asuhan. Mereka tinggal bersama anak-anak lainnya yang juga ditelantarkan orangtuanya, mereka hidup dalam kondisi yang serba seadanya karena segala sesuatu harus dibagi-bagi, tak mungkin bisa utuh jadi milik sendiri, sehari-hari mereka diurus oleh para pengasuh yang kasih sayang dan kelembutannya jelas berbeda dengan ibu kandung.
Selain mengajarkan dan menyadarkan saya untuk lebih banyak bersyukur, guru-guru kecil ini membuat saya menjadi lebih mudah memaafkan. Tak dipungkiri, dalam interaksi antara anak dengan orangtua tidak mungkin tak ada gesekan dan ketidaksepahaman, saling memaafkan adalah solusinya. Tak hanya itu, guru-guru kecil ini juga mengajak saya untuk lebih kuat menghadapi hidup, tetap ceria meski sedang berurai air mata, seperti mereka yang tetap tertawa riang khas kanak-kanak meski prihatin mengiringi hidup. Sejak saat itulah kosa kata pesimis perlahan tapi pasti tercoret dari kamus kehidupan saya.
Guru-guru kecil saya, guru-guru pertama, mereka tinggal di sebuah panti asuhan di Bandung. Foto diambil dari sini. |
Guru Privat
Dari sekian puluh orang guru-guru kecil saya, ada seorang guru kecil yang sangat istimewa, anggaplah guru privat, saking privatnya sampai private. Dialah yang pertama kali menyentuh dan benar-benar menyembuhkan hati serta jiwa saya. Itulah yang membuatnya so special bagi saya. Hidup saya berubah 180 derajat sejak dekat dengan guru privat ini, sekitar 2 tahun lamanya saya berjuang untuk selalu bersamanya, kebetulan dia tidak boleh saya bawa pulang untuk menjadi milik saya secara utuh, mungkin dia harus tetap di panti asuhan itu untuk menjadi guru kecil bagi orang lain.
Setelah 2 tahun kebersamaan yang tidak mudah tapi sangat menakjubkan, saya dan dia terpisah, Pengurus Panti 'menjualnya' sehingga dia berpindah tangan dan kami tidak bisa bertemu lagi. Akses saya kepadanya bukan hanya ditutup, tetapi juga diputus. Pertemuan terakhir saya dan guru privat pada September 2013.
Saya tak berhenti berkunjung ke panti asuhan lain, bermain dengan guru-guru kecil yang belum pernah saya kenal sebelumnya, agar lebih terorganisir saya membangun sebuah gerakan, KAF Project namanya. Hikmah-hikmah baru saya dapatkan dari guru-guru kecil baru saya, hikmah paling bermakna tetaplah yang saya dapatkan dari sang guru privat.
Harapan Esok Hari
Jika Warung Blogger selalu mengajak Warga WB untuk menuliskan Harapan Esok Hari mereka di Twitter tiap jelang pergantian hari, saya punya sebuah Harapan Esok Hari, harapan yang selalu saya sematkan di dalam do'a menjelang tidur malam, harapan yang masih setia menunggu waktu tercapainya.
Banyak orang yang pasti bisa menebak apa harapan itu. Saya sangat berharap bisa berjumpa dan bersama lagi dengan guru privat saya. Bukan untuk mengganggu hidupnya yang saat ini (mungkin) sudah jauh lebih baik, tapi untuk tetap bisa belajar banyak hal bersamanya.
I love you Keisha Aqila Fabian!, selamanya....