Senin, 21 Oktober 2013

Mulutmu Harimaumu*



Mulutmu harimaumu, kata-kata bijak yang sering kita dengar sejak masih duduk di bangku SD. Layaknya 'ada ubi ada talas, ada budi ada balas' dan 'ada gula ada semut', 'mulutmu harimaumu' biasa muncul di pelajaran Bahasa Indonesia atau mata pelajaran yang memuat unsur budi pekerti dan moral. Mungkin tak hanya anak SD yang mengetahui 'mulutmu harimaumu', orang-orang dewasa yang sudah belasan tahun lulus SD pun mengetahuinya.

Mengetahui, ya cuma mengetahui, tapi belum tentu benar-benar memahami apalagi menerapkan. Oh ya!, seiring pesatnya perkembangan teknologi komunikasi, zaman sekarang mulut punya berbagai wujud, di antaranya kicauan di Twitter, bentuknya memang tulisan tak lebih dari 140 karakter tapi sadar atau tidak itulah kata-kata yang keluar dari mulut kita dan mampu mewakili pikiran, perasaan, serta kualitas diri.

Kembali ke laptop, eeeh bukan!, sorry!, maksudnya kembali ke 'mulutmu harimaumu', kata-kata bijak yang senantiasa mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam berucap, sebab ucapan yang tak dijaga dapat membahayakan diri sendiri. Sekarang-sekarang ini marak perang statement, tuding menuding, adu mulut yang terjadi di media cetak dan media elektronik, khususnya TV. Media sosial juga tak luput menjadi sarana menjelek-jelekkan dan menghina pihak lain.

Sepertinya di zaman sekarang ini orang-orang banyak yang mengumbar harimaunya, entah mereka lupa atau mungkin tak pernah serius belajar tentang 'mulutmu harimaumu' saat masih sekolah dulu. Ada sosok fenomenal, enggan saya mention tapi kalau dijadikan tebakan berhadiah pastilah banyak orang yang bisa menerka siapa gerangan dan tentunya banyak yang harus diberi hadiah, saya belajar banyak hal dari sosok yang sering dan berani mengumbar harimaunya. Akhir-akhir ini, orang-orang tak mau lagi memberi tanggapan apapun atas aksinya yang sudah kesekian kali mengumbar harimau, seolah memahami kebiasaannya, ya memang begitulah orangnya. Justru pembiaran atau pemakluman dari orang-orang inilah yang menjadi harimau yang perlahan-lahan melumat dirinya.

Pemakluman kadang tidak berarti memaafkan. Pemakluman bisa berarti bahwa image (citra) buruk kita sudah terbentuk dan melekat di benak masyarakat. Citra buruk kita juga dapat mencemarkan nama baik keluarga, orang-orang terdekat, bahkan profesi yang kita tekuni. Maka itu, tetaplah berhati-hati dalam berucap, sebab membersihkan citra diri yang terlanjur identik dengan kesan negatif tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, butuh usaha dan kesungguhan untuk membuktikan bahwa citra diri kita sudah lebih baik dan bersih dari kesan negatif yang selama ini melekat.

Satu hal yang teramat bijak, sebelum kita memberi nasehat kepada orang lain, sebijak apapun nasehat itu, nasehatilah diri sendiri terlebih dahulu.

*tulisan ini pernah diposting di http://iamintannisa.blogdetik.com/ , lomba 30 Hari Non Stop Ngeblog 

- See more at: http://artikelkomputerku.blogspot.com/2010/10/cara-memasang-banner-di-bawah-posting.html#sthash.TrMBEyDs.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar