Senin, 21 Oktober 2013

Kaki Lima & Image Building*



Cerita tentang makan malam di Surabaya. Pas jalan-jalan, pas ngeliat warung makan kaki lima yang lumayan rame, saya berasumsi pasti makanannya enak dan harganya murah. Akhirnya saya makan di warung kaki lima itu, pilih-pilih lauk sebentar, daaan…terkejut pas sampai di depan kasir. Melihat bon dan harga-harga makanan, mata saya melotot, kening saya berkerut. Maahaaaal banget!!!. Sepotong ayam goreng ukuran standar dibanderol Rp. 35.000, seiris paru ukuran sedang berharga Rp. 25.000. Soal rasa, cukup enak tapi tidak istimewa, layaknya rasa makanan warung kaki lima.

Selesai makan, perut terasa kenyang tapi hati terasa sedikit dongkol. Saya mulai berpikir kalau saya digetok, tapi pas bayar di kasir tadi iseng-iseng melirik bon milik pengunjung lain dan harganya kurang lebih sama. Yang membingungkan, beberapa pengunjungnya terlihat berbaju sangat sederhana, menguping dari obrolan mereka yang berbahasa Jawa, kalau tidak salah pekerjaan mereka adalah tukang ojek yang, mohon maaf!, sangat jarang mau makan makanan dengan harga semahal ini.

Karena penasaran, saya kembali lagi ke sana bersama saudara saya yang tinggal di Surabaya. Sama seperti kemarin, pas mau pilih-pilih lauk penjualnya tanya “Mau ikan apa?” dan (sama seperti kemarin juga) saya jawab “Bukan ikan, saya maunya ayam”. Ketika sampai di depan kasir, disodorkan bon dengan harga sama mahalnya dengan harga kemarin. Saudara saya yang orang Surabaya tiba-tiba berbicara dengan petugas kasir, berbahasa Jawa yang saya kurang paham artinya karena ngomongnya cepet banget. Dan tiba-tiba… AJAIB!, harganya dimurahin.
 
Menurut analisa saudara saya, pertanyaan penjual “Mau ikan apa?” yang saya jawab “Bukan ikan, saya maunya ayam” sukses mengidentifikasi bahwa saya bukan orang asli Surabaya. Dalam bahasa Jawa, ikan berarti lauk, tahu dan tempe juga disebut ikan bahkan ayam disebut ikan ayam, sedangkan ikan (yang bisa berenang) disebut iwak. Bermula dari sana, maka digetoklah dan rugilah saya.

Keesokannya, saya dan keluarga melanjutkan perjalan ke Semarang, pas cari tempat makan malam di Simpang Lima, sengaja kami hindari warung kaki lima. Awalnya cari restoran siap saji yang fixed price, tapi belum ketemu resto siap saji, mata saya melihat papan di depan deretan warung kaki lima. Papan itu bertuliskan : “APABILA KONSUMEN MERASA DIRUGIKAN DENGAN HARGA YANG TIDAK WAJAR HARAP HUBUNGI…”.

Akhirnya kami putuskan makan di warung kaki lima dan ternyata harga yang harus kami bayar adalah harga normal, bahkan murah jika dibandingkan harga di warung kaki lima Jakarta, rasanya enak. Setelah makan, perut kenyang hati pun senang.

Salut untuk kota Semarang yang menjaga image-nya dengan cara yang sederhana namun mengesankan. Semarang berhasil memberi rasa aman kepada para pendatang yang berwisata kuliner. Saya jadi teringat kejadian beberapa hari sebelum kami berangkat ke Surabaya. Adik saya nongkrong di JCo Cinere Mall, karena terlalu banyak barang bawaan, tasnya tertinggal. Awalnya adik saya tidak menyadari, hingga sudah malam, kira-kira pukul 22.00, dia menerima telepon yang semula enggan dijawab sebab nomernya tak dikenal. Beberapa kali telepon tak dijawab itu kemudian disusul oleh SMS dari salah seorang pelayan kafe tersebut, menanyakan apakah tasnya tertinggal?, jika iya maka bisa diambil besok.

Keesokannya, kami kembali ke JCo Cinere Mall untuk mengambil tas yang tertinggal. Pelayannya didampingi store manager mengembalikan tas tersebut, isinya utuh termasuk uang Rp. 200.000, dompet, KTP, dan ATM. Pelayan dan store manager juga menolak dengan halus tanda terima kasih (uang) yang kami berikan.

Image Building

Waktu itu saya hanya berpikir, crew JCo Cinere Mall ini adalah orang-orang yang jujur, namun setelah makan malam di Simpang Lima Semarang, saya jadi berpikir bahwa lebih dari sekedar kejujuran yang dijunjung tinggi, melainkan image yang dibentuk. Pengunjung mendapatkan rasa aman ketika nongkrong di JCo Cinere Mall, barang tertinggal pun dikembalikan, kemudian pengalaman ini bisa menjadi cerita dari mulut ke mulut (word of mouth) yang beredar. Terbentuklah citra baik : JCo Cinere adalah kafe yang memberi kenyamanan dan rasa aman kepada customernya.

Inspirasi buat saya, citra / image dapat dan boleh dibentuk. Berbuat baiklah!, selain sesuai dengan ajaran agama, perbuatan baik yang kita lakukan akan berdampak baik pada citra diri.

*tulisan ini pernah diposting di http://iamintannisa.blogdetik.com/ , lomba 30 Hari Non Stop Ngeblog 

- See more at: http://artikelkomputerku.blogspot.com/2010/10/cara-memasang-banner-di-bawah-posting.html#sthash.TrMBEyDs.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar